Fokusberitabanten.com  - Australia sudah 3 tahun ini menyumbang AUS$ 55 juta (sekitar Rp 548 miliar) untuk penanganan pengungsi di Indonesia. Bantuan itu disalurkan melalui International Organization of Migration (IOM).

"Dukungan Australia itu AUS$ 55 juta per tahun via IOM, untuk di Indonesia saja. Sudah berjalan kurang dari 3 tahun ini," tutur staf bidang kebijakan Satuan Tugas Penyelundupan Manusia Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Keara Shaw.

Hal itu dikatakan Keara dalam makan siang bersama di kediaman Wakil Dubes Australia Justin Lee di Jl Patra Kuningan, Jakarta, Senin (5/12/2016).

Sumbangan itu, imbuh Keara, digunakan untuk menangani pengungsi di Indonesia, seperti memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal hingga pelatihan.

Sudah 3 tahun ini pula, perahu pengungsi tak ada lagi yang menyeberang ke Australia. Mengenai adanya rumor bahwa Australia membayar para penyelundup manusia agar kembali ke Indonesia, Duta Besar untuk Penyelundupan dan Perdagangan Manusia Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Andrew Goledzinowski enggan mengiyakan ataupun menyangkalnya.

"Itu sih bahasan antara dua menteri luar negeri ya, biarkan mereka yang menjelaskan. Saya pikir yang terbaik bagi penyelundup manusia adalah menahan mereka, dan kami bangga Indonesia telah melakukan itu," jawabnya diplomatis.

Setelah kapal pengungsi ilegal berhenti menuju Australia, Indonesia dan Australia kini bahu membahu memimpin penanggulangan penyelundupan dan perdagangan manusia di kawasan regional sebagai hasil dari Bali Process on People Smuggling Trafficking in Persons and Related Transnational Crime (Bali Proces) yang digagas tahun 2002 dan menelurkan Bali Declaration on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related National Crime pada Maret 2016 lalu. Indonesia dan Australia berbagi kepemimpinan yang menaungi 45 negara Asia-Pasifik plus IOM, UNHCR (Badan PBB untuk penanganan pengungsi) dan UNODC (Badan PBB untuk penanggulangan obat dan kriminal).

"Kapal berhenti, kami juga fokus pada hal lain, yakni penjualan manusia, perbudakan, dan sebagainya. Menurut Global Slave Index 2016, korban perbudakan itu ada 45 juta orang di seluruh dunia, dan 60 persen dari Asia," jelas Andrew.








Sumber-Detikom
Axact

BantenXpose.com

BantenXpose.com merupakan media informasi online seputar banten, nasional dan internasional.

Post A Comment:

0 comments: